Tauhid VS Trinitas (2): Kemunduran Dalam Konsep Tauhid
Tauhid sebenarnya adalah istilah yang digunakan oleh kaum muslim untuk menyebut keesaan Tuhan. Namun karena keesaan Tuhan yang mereka maksudkan adalah satu pribadi ilahi, maka istilah tersebut akan saya gunakan untuk merujuk paham unitarian. Hal ini untuk membedakan konsep tersebut dengan keesaan Tuhan yang dipahami orang Kristen (tritarian).
Banyak orang yang beranggapan bahwa ketuhanan versi tauhid adalah konsep ketuhanan yang asli sebagaimana dipahami oleh para nabi Yahudi. Ini keliru karena kitab-kitab Perjanjian lama tidak menegaskan pembatasan keesaan Tuhan pada satu pribadi ilahi. Bahkan dalam Kitab Kejadian dengan cukup jelas digambarkan Tuhan bukanlah satu pribadi:
Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (Kej.1:26)
Siapakah 'Kita' dalam ayat tersebut jika bukan Allah Tritunggal?
Meskipun demikian memang realitas Tritunggal juga tidak didefinisikan secara jelas dalam kitab-kitab Perjanjian Lama karena kondisinya belum memungkinkan untuk itu. Ajaran mengenai Allah Tritunggal baru dapat dinyatakan sebagai kebenaran melalui inkarnasi Yesus, Sang Putra Allah.
Dengan memahami ini maka konsep trinitas bukanlah penyimpangan dari paham ketuhanan dalam Perjanjian Lama, melainkan pengungkapan paham ketuhanan yang lebih dalam dari apa yang telah diimani oleh para nabi. Konsep trinitas tidak pernah bertentangan dengan keesaan Tuhan Perjanjian Lama. Pemahaman ketuhanan dalam konsep trinitas ini diperlukan untuk memahami seluruh ajaran Yesus secara utuh. Tanpa memahami ketuhanan Yesus, banyak ajaran-Nya yang menjadi tidak masuk akal. Misalnya saja salah satunya adalah panggilan menuju kesempurnaan:
"Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna" (Mat.5:48)
Panggilan untuk menjadi sempurna seperti Tuhan adalah batas tuntutan tertinggi yang mungkin diberikan kepada manusia. Tidak mungkin ada lagi tuntutan yang lebih tinggi dari ini. Jika Yesus bukan Tuhan maka tuntutan untuk menjadi sempurna seperti Tuhan tidak mungkin dilaksanakan karena tidak ada satupun manusia yang bisa mengajarkan seperti apakah Bapa di surga itu. Tapi Yesus tahu persis seperti apa Bapa di surga:
"Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa" (Yoh.14:9)
Ini hanya masuk akal jika Yesus sehakikat dengan Bapa. Jadi hanya dengan memahami Yesus sebagai Tuhan maka tuntutan untuk menjadi sempurna seperti Tuhan menjadi sangat masuk akal dan dapat dilaksanakan. Selanjutnya, mempercayai Yesus sebagai Tuhan hanya dimungkinkan jika manusia mempercayai Tuhan dalam konsep trinitas, bukan tauhid.
Islam yang muncul enam abad setelah Yesus, dengan tegas menolak konsep trinitas dan menyatakan Tuhan tidak hanya satu esensi ketuhanan tetapi juga satu pribadi ilahi. Jika kita melihat secara kronologis, memang tampaknya Islam adalah ajaran yang lebih baru. Tapi jika kita melihat pada esensi ajarannya maka ajaran Islam adalah sebuah kemunduran jauh ke belakang dari apa yang telah diungkapkan dalam kristianitas.
Konsep Allah Tritunggal yang memungkinkan manusia memahami ajaran Tuhan dalam tingkat yang terdalam ingin dihilangkan oleh Islam, dan manusia diajak untuk mundur jauh ke belakang. Manusia diajak kembali pada ajaran-ajaran sederhana yang tidak memungkinkan manusia untuk mencapai kesempurnaan atau keselamatan.
Logikanya, jika dengan konsep trinitas Tuhan Yesus menuntut dan juga mengajarkan manusia untuk menjadi sempurna seperti Tuhan sebagai tujuan akhir, maka paham tauhid tidak memungkinkan manusia untuk mencapai tujuan itu.
Bayangkan anda harus pergi ke Jakarta, tapi anda diberikan sebuah peta yang hanya sampai ke Bogor. Meskipun arahnya terlihat sama, dengan mengikuti peta itu anda tidak mungkin sampai ke Jakarta. Kita sebut apa peta tersebut kalau bukan peta yang menyesatkan?
0 komentar:
Post a Comment